Rabu, 25 Desember 2019

RENUNGAN KELAHIRAN ALMASIH

DISCLAIMER:
Renungan ini bukanlah hasil pemikiran asli dari penulis, melainkan sebuah refleksi dari renungan natal yang pernah penulis dengan dan baca beberapa tahun lalu. Berhubung penulis sudah lupa asal sumbernya, jika ada diantara pembaca yang merasa memiliki hak cipta atas buah pikiran ini, silahkan menghubungi penulis melalui e-mail.

Bertepatan dengan hari natal, yaitu hari kelahiran Isa Almasih, penulis tergugah untuk menuliskan sebuah renungan. Renungan ini pastinya sudah tidak asing lagi, yaitu mengenai kelahiran Isa Almasih, Putra Allah di dalam dunia yang berdosa ini. Dari sekian banyak kisah kelahiran-Nya, penulis akan mengutip kisah yang ditulis di Injil Lukas. Mari kita simak bersama.

Luk 2:1-7
Kelahiran Yesus
2:1 Pada waktu itu Kaisar Agustus mengeluarkan suatu perintah, menyuruh mendaftarkan semua orang di seluruh dunia.
2:2 Inilah pendaftaran yang pertama kali diadakan sewaktu Kirenius menjadi wali negeri di Siria.
2:3 Maka pergilah semua orang mendaftarkan diri, masing-masing di kotanya sendiri. 
2:4 Demikian juga Yusuf pergi dari kota Nazaret di Galilea ke Yudea, ke kota Daud yang bernama Betlehem, --karena ia berasal dari keluarga dan keturunan Daud-- 
2:5 supaya didaftarkan bersama-sama dengan Maria, tunangannya,  yang sedang mengandung. 
2:6 Ketika mereka di situ tibalah waktunya bagi Maria untuk bersalin, 
2:7 dan ia melahirkan seorang anak laki-laki, anaknya yang sulung, lalu dibungkusnya dengan lampin dan dibaringkannya di dalam palungan, karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan.



Mari kita bahas beberapa poin penting dalam kisah di atas.

Pertama, penginjil Lukas mencatat bahwa Isa Almasih alias Yesus Kristus berasal dari keturunan Raja Daud, yang merupakan raja dimana Israel mancapai puncak kejayaannya. Hal ini mau mengungkapkan bahwa Yesus adalah raja - atau lebih spesifiknya Yesus adalah raja yang telah dinantikan bangsa Israel, yang diharapkan akan membebaskan Israel dari penjajahan Romawi waktu itu. Kendati demikian rupanya konsep ini sangat berbeda dengan jalan pikiran Allah. Yesus memang raja yang akan membebaskan manusia dari penjajahan - tetapi bukan dari penjajahan secara fisik, melainkan dari penjajahan dosa.

Kedua, tercatat di atas bahwa tidak ada tempat bagi mereka di rumah penginapan. Dalam perayaan malam natal di Gereja Katolik bahkan menegaskan bahwa tidak ada seorang pun saat itu yang mau menerima Bunda Maria untuk melahirkan Yesus di dalam rumah mereka. Jadi dengan bahasa sederhana, Yesus adalah raja yang tertolak, bahkan sejak lahir. Hal ini mestinya dapat menjadi semangat bagi kita. Isa Almasih, Tuhan sendiri saja mengalami penolakan, apalagi kita yang hendak meneladani jalan hidupnya. Jalan menuju kesuksesan dan kebahagiaan sejati memang harus melalui banyak penolakan.

Ketiga, bayi Yesus dibungkus dengan kain lampin, dan dibaringkan dalam palungan (tempat makan ternak). Dari kalimat ini tersirat bahwa Bunda Maria melahirkan Yesus di dalam kandang domba (ternak yang paling lazim di konteks Yesus tinggal). Hal ini mau menjungkirbalikkan ekspektasi manusia, dan mau menunjukkan betapa jalan berpikir Allah tidak dapat diselami manusia. Bayangkan saja! Raja segala raja harus lahir di tempat hina seperti kandang domba? Yang benar saja! Bagaimanapun, hal ini benar-benar terjadi. Sebenarnya, kandang yang kotor, bau, dan jorok itu melambangkan hati manusia yang sudah jatuh dalam dosa. Tidak ada satu manusia pun yang baik dan bisa luput dari kutukan dosa. Lebih jauh lagi, nabi Yesaya mengatakan bahwa kebaikan manusia di hadapan Allah hanya seperti kain kotor (Yes 64:6).

Nah, kelahiran Isa Almasih di kandang itu menunjukkan bahwa Ia yang Mahakuasa bersedia merendahkan diri-Nya dan lahir di hati kita yang joroknya sama seperti kandang domba. Akan tetapi, manusia dengan segala kesombongannya seringkali menolak kehadiran Kristus dalam hatinya. Padahal hanya dengan kehadiran Kristus sajalah hati manusia bisa menjadi mulia. Hal ini dilambangkan dengan kedatangan tiga orang majus yang membawa emas, kemenyan, dan mur.

Maka dari itu di kesempatan natal yang baik ini, marilah kita menilik hati kita masing-masing. Sudahkah kita membiarkan Kristus lahir di hati kita?



Penulis:

Carlos Praba Ruly Nugraha, B.Sc., S.Pd

2 komentar:

  1. Menurut saya harus konsisten kalau Yesus Kristus ya Yesus Kristus kalau Isa Almasih ya Isa Almasih. Soalnya saya baca kadang2 Isa Almasih kadang2 Yesus Kristus kurang konsisten sama bagian ' Bayangkan saja! Raja segala raja harus lahir di tempat hina seperti kandang domba? Yang benar saja! Bagaimanapun, hal ini benar-benar terjadi' kata2nya perlu diubah dan diperhalus

    BalasHapus